Selasa, 18 November 2014
Daftar Kata Kerja Operasional Ranah Kognitif,Afektif, dan Psikomotor untuk RPP Dan Silabus
Berikut contoh daftar kata kerja operasional ranah kognitif
Pengetahuan
mengutip
menyebutkan
menjelaskan
menggambar
membilang
mengidentifikasi
mendaftar
menunjukkan
memberi label
memberi indek
memasangkan
menamai
menandai
membaca
menyadari
menghafal
meniru
mencatat
mengulang
mereproduksi
meninjau
memilih
menyatakan
mempelajari
mentabulasi
memberi kode
menelusuri
Pemahaman
, memperkirakan
.mengkategorikan
.mencirikan
.mengasosiasikan
membandingkan
menghitung
mengkontraskan
mengubah
mempertahankan
menguraikan
menjalin
membedakan
mendiskusikan
menggali
mencontohkan
menerangkan
mengemukakan
mempolakan
memperluas
menyimpulkan
merangkum
menjabarkan
Penerapan
menugaskan
mengurutkan
menentukan
menerapkan
menyesuaikan
memodifikasi
mengklasifikasi
membangun
mengurutkan
membiasakan
menentukan
menggambarkan
menggunakan
menilai
melatih
menggali
mengadaptasi
menyelidiki
mempersoalkan
mengonsepkan
melaksanakan
meramalkan
mengaitkan
menyusun
mensimulasikan
memecahkan
melakukan
menyusun
memproses
Anallisis
menganalisis
mengaudit
memecah
menegaskan
mendeteksi
mendiagnosis
menyeleksi
memerinci
menominasikan
mendiagramkan
mengorelasikan
merasionalkan
menguji
mencerahkan
menjelajah
membagankan
menyimpulkan
menemukan
menelaah
memaksimalkan
memerintahkan
mengedit
mengkaitkan
memilih
mengukur
melatih
mentransfer
Sintesis
mengabtraksi
mengatur
menganimasi
mengumpulkan
mengkategorikan
mengode
mengombinasikan
menyusun
mengarang
membangun
menghubungkan
menciptakan
mengkreasikan
mengoreksi
merancang
merencanakan
mendikte
meningkatkan
memperjelas
membentuk
merumuskan
menggeneralisasikan
menggabungkan
memadukan
membatas
menampilkan
menyiapkan
merangkum
merekonstruksi
Penilaian
membandingkan
menyimpulkan
menilai
mengkritik
menimbang
memutuskan
memisahkan
memprediksi
memperjelas
menugaskan
menafsirkan
mempertahankan
memerinci
mengukur
merangkum
membuktikan
mendukung
memvalidasi
mengetes
mendukung
memilih
memproyeksi
Berikut contoh daftar kata kerja operasional ranah afektif ;
Menerima
memilih
mempertanyakan
mengikuti
memberi
menganut
mematuhi
meminati
Menaggapi
menjawab
membantu
mengajukan
mengompromikan
menyenangi
menyambut
mendukung
menyetujui
menampilkan
melaporkan
memilih
mengatakan
menolak
Menilai
mengasumsikan
meyakini
melengkapi
meyakinkan
memperjelas
memprakarsai
mengimani
mengundang
menggabungkan
memperjelas
mengusulkan
menekankan
menyumbang
Mengelola
menganut
mengubah
menata
mengklasifikasikan
menombinasikan
mempertahankan
membangun
mengelola
menegisasikan
merembuk
Menghayati
mengubah perilaku
berakhlak mulia
mempengaruhi
mendengarkan
mengkualifikasikan
melayani
menunjukkan
membuktikan
memecahkan
Contoh daftar kata kerja operasional ranah psikomotor;
Peniruan
mengaktifkan
meneysuaikan
menggabungkan
meramal
mengatur
mengumpulkan
menimbang
memperkecil
membangun
mengubah
memposisikan
mengkonstruksi
Memanipulasi
mengoreksi
mendemonstrasikan
merancang
memilah
melatih
memperbaiki
mengidentifikasikan
mengisi
menempatkan
membuat
memanipulasi
mencampur
Artikulasi
mengalihkan
menggantikan
memutar
mengirim
memindahkan
mendorong
menarik
memproduksi
mencampur
mengoperasikan
mengemas
membungkus
Pengalamiahan
mengalihkan
mempertajam
membentuk
memadankan
menggunakan
memulai
menyetir
menjeniskan
menempel
mensekta
melonggarkan
menimbang
Senin, 17 November 2014
INDIKATOR RENDAHNYA MINAT BACA MASYARAKAT INDONESIA
Berdasarkan beberapa kajian literatur dan artikel yang diakses dari internet, ada beberapa indikator yang dapat diidentifikan sebagai faktor yang mempengaruhi minat baca masyarakat Indonesia, sebagai berikut ini.
Pertama, dari berbagai sumber informasi yang dapat dipercaya, menunjukkan ada indikasi bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih banyak tertarik dan memilih untuk menonton TV (85,9%) dan atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%)
Kedua, fakta tersebut di atas juga didukung oleh berbagai penelitian tentang yang telah dilakukan di Indonesia. Internasional Education Achiecment (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara peserta studi. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-38 dari 39 negara. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak Sekolah Dasar
Ketiga, di samping itu, menurut Third International Mathematis and Science Study (TIMMS), kemampuan matematika para siswa SLTP kita berada pada urutan 34 dari 38 negara dan kemampuan IPA berada pada urutan 32 dari 38 negara. Dalam laporannya, Human Development Report 2003, UNDP menempatkan Indoensia pada peringkat 112 dari 175 negara dalam hal pencapaian Human development Indeks (HDI) atau sumber daya manusia. Berdasarkan Education for All Global Monitoring Report tahun 2005, Indonesia merupakan negara ke-8 dengan populasi buta hurup terbesar didunia, yakni sekitar 18,4 juta orang buta hurup di Indonesia (kompas 20 juni 2006). Terkait dengan masalah membaca, fakta yang lain adalah laporan tingkat keterbacaan halaman buku di Indonesia yang tidak mencapai satu halaman perhari perorang. Jumlah judul buku yang terbitpun tidak mencapai angka yang diharapkan jika dibanding dengan negara-negara lain.
Keempat, hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education in Indonesia From Cricis to Recovery“ tahun 1998. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI Sekolah Dasar kita hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina yang memperoleh nilai 52,6 dan Thailand dengan nilai 65,1 serta Singapura dengan nilai 74,0 dan Hongkong yang memperoleh nilai 75.5
Kelima, rendahnya kemampuan membaca anak-anak kita sebagaimana data di atas berdampak pada kekurangmampuan mereka dalam penguasan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematies and Science Study (TIMSS) dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih peringkat ke 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411 di bawah nilai rata-rata internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu pengetahuan mereka hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420 di bawah nilai rata-rata internasional 474. Dibandingkan dengan anak-anak Malaysia mereka telah berhasil menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang matematika yang memperoleh nilai 508 di atas nilai rata-rata internasional. Dan dalam bidang ilmu pengetahuan mereka menduduki peringkat ke 20 dengan nilai 510 di atas nilai rata-rata internasional. Dengan demikian tampak jelas bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan di bawah negara-negara berkembang lainnya.
Keenam, United Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) sebagai suatu barometer dalam mengukur kualitas suatu bangsa. Tinggi rendahnya angka buta huruf akan menentukan pula tinggi rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index – HDI) bangsa itu. Berdasarkan laporan dalam Human Development Index (HDI) yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programme (UNDP), yang menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-110 dari 177 negara-negara di dunia (Human Development Report 2005). Sedangkan Vietnam menempati urutan ke 109, padahal negara itu baru saja keluar dari konflik politik yang cukup besar. Namun negara mereka lebih yakin bahwa dengan “membangun manusianya“ sebagai prioritas terdepan, akan mampu mengejar ketinggalan yang selama ini mereka alami.
Ketujuh, indikator lainnya tentang masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, ditunjukkan dengan konsumsi satu surat kabar untuk 45 orang (1:45). Apalagi di Jawa Barat, jumlah masyarakat yang buta huruf mencapai 1,8 juta orang dan Provinsi Banten 1,4 juta dari 8 juta warganya. Ratio antara konsumsi satu surat dengan jumlah pembaca, di Indonesia sudah tertinggal jauh dengan negara-negara lain, bahkan negara tetangga seperti Srilangka sudah 1:38 dan Filipina 1:30. Idealnya satu surat kabar dibaca oleh 10 orang atau dengan ratio 1:10.
Kedelapan, ditinjau dari sisi yang lain, jam bermain anak-anak Indonesia masih tinggi, yakni lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton acara TV. Di AS, jumlah jam bermain anak-anak antara 3-4 jam per hari. Bahkan di Korea dan Vietnam, jam bermain anak-anak sehari hanya satu jam. Selebihnya anak-anak menghabiskan waktu untuk belajar atau membaca buku, sehingga tidak heran budaya baca sudah demikian tinggi. (Pikiran Rakyat, 8-3-2004).
Kesembilan, hasil studi TIMSS-R-1999 menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia memang kurang menggembirakan dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam bidang matematika, misalnya Indonesia memang kurang menggembirakan dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam bidang matematika, misalnya Indonesia berada pada urutan ke-34 dari 38 negara peserta. Dalam bidang IPA, Indonesia menempati posisi ke-32 dari 38 negara peserta. Lima urutan teratas diduduki oleh Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Jepang, dan Belgia. Empat Negara yang dibawah Indonesia adalah Cile, Filipina, Maroko, dan Afrika Selatan.
Kesepuluh, melihat beberapa hasil studi di atas dan laporan United Nations Development Programme (UNDP) maka dapat diambil kesimpulan (hipotesis) bahwa “ kekurangmampuan anak-anak kita dalam bidang matematika dan bidang ilmu pengetahuan, serta tingginya angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) di Indonesia adalah akibat membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya bangsa. Oleh sebab itu membaca harus dijadikan kebutuhan hidup dan budaya bangsa kita. Mengingat membaca merupakan suatu bentuk kegiatan budaya menurut Tilaar (1999) maka untuk mengubah perilaku masyarakat gemar membaca membutuhkan suatu perubahan budaya atau perubahan tingkah laku dari anggota masyarakat kita. Mengadakan perubahan budaya masyarakat memerlukan suatu proses dan waktu panjang sekitar satu atau dua generasi, tergantung dari “political will pemerintah dan masyarakat“ Ada pun ukuran waktu sebuah generasi adalah berkisar sekitar 15 – 25 tahun.
Langganan:
Postingan (Atom)